Polemik Pelunasan Utang Kereta Cepat Memicu Perdebatan
tribuntimes - Proyek ambisius yang menghabiskan ratusan triliun dalam bentung utang kereta cepat kini menghadapi polemik perihal pelunasan yang memicu perdebatan. Mega proyek mercusuar yang selesai dibangun ketika era kepemerintahan Presiden Joko Widodo yaitu Kereta Cepat Jakarta-Bandung menemukan situasi polemik. Polemik tersebut muncul karena sedari awal pembangunan ambisius ini menggunakan utang dari Negara China menyebabkan terbebani neraca keuangan untuk melunasi. PT KAI sebagai pengelola Kereta Cepat ini mengatakan dalam suatu rapat bersama Komisi VI DPR bahwa utang sebagai bom waktu. Pernyataan ini di ucapkan sehabis anggota parlemen mangajukan kepadanya roadmap yang telah sesuai rencana dalam upaya melunasi utang. Danantara yang kini diketahui sebagai super holding BUMN pun untuk saat ini sedang ikut mencari solusi dalam upaya melunasi utang. COO Danantara Dony Oskaria mengatakan ada satu opsi yang mungkin akan dilakukan melalui suntikan modal dikarenakan pinjaman proyek tersebut sangat besar. Dony juga melihat dalam skala operasional PT KAI sudah berhasil mencatatkan kinerja positif hanya saja ekuitas perusahaan tersebut sangat kecil. Atas dasar hal tersebut Danantara masih sangat mempertimbangkan untuk penambahan modeal ekuitas atau menyerahkan infrastruktur ke Pemerintah.

Menteri Keuangan Menolak Bayar Utang Menggunakan APBN

Dalam kesempatannya ketika melakukan wawancara dengan wartaman Purbaya selaku Menteri Keuangan mengatakan Pemerintah dengan tegas menolak pembayaran utang melalui APBN. Purbaya juga menambahkan Pemerintah tidak memiliki kewajiban alam membayar utang mega proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Purbaya memberikan penjelasan bahwa pihaknya sudah memastikan posisi Pemerintah tegas dan jelas terkait pembiayaan utang proyek era Jokowi tersebut. Sesuai dengan perhitungannya, selama pencatatan pembayaran tertata dengan transparan dan baik maka pihak pemberi pinjaman tidak mempersoalkan polemik tersebut. Purbaya menjelaskan, pengelolaan dividen BUMN melalui Danantara harusnya tidak membuat BUMN bergantung pada keterlibatan Pemerintah dan APBN. Apalagi kini seluruh dividen BUMN tidak lagi masuk kedalam penerimaan negara bukan pajak, melainkan langsung masuk menuju Danantara. Namum pihak Pemerintah mengatakan tengah dalam situasi mencari jalan keluar agar bisa membayar utang proyek ambisius Presiden Joko Widodo tersebut. Pemerintah mengakui bahwa Kereta Cepat adalah mode transportasi yang sangat amat membantu masyarakat serta keberadaanya harus didukung demi perkembangan kualitas.

Menghitung Berapa Total Utang Proyek Kereta Cepat

Mega proyek yang dibangun melalui utang terhadap China sudah pasti menambah beban besar terhadap tekanan kinerja keungan PT KAI. Utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang harus ditanggung melalui organisasi konsorsium KCIC yang nilainya mencapai Rp 116 triliun. Tentunya angka yang sangat besar tersebut menjadi beban bagi setiap konsorsium KCIC yang terlibat, sedangkan operasionalnya mencatatkan kerugian. Kondisi ini menimbulkan polemik berkepanjangan sehinga Pemerintah segera mencari solusi untuk jangka panjang supaya seluruh operasional proyek tetap berjalan. Badan Pengelola Investasi Danantara mengatakan telah merencanakan dua opsi memungkinkan untuk melunasi utang proyek Kereta Cepat yang mengalami pembengkakan biaya. Opsi pertama merupakan melalui penambahan dana ekuitas atau inject modal tambahan, sementara opsi kedua menyerahkan proyek kepada Pemerintah. Hal tersebut lah yang menjadi pemicu Purbaya untuk mengeluarkan respon bahwa pihaknya dengan tegas menolak pembayaran utang Kereta Cepat. BACA JUGA ARTIKEL SEBELUMNYA : Penjelasan Perihal Cuaca Panas Yang Melanda Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *